Kedua bola resmi Piala Dunia 2022 Qatar ini sama-sama menggunakan tehnologi pendeteksi offside semi otomatis. Bola ini dikembangkan oleh Adidas, sebuah perusahaan apparel olahraga terkenal asal Jerman.
Al Rihla yang diganti, pada kenyataannya tetap diakui kualitasnya. Asisten pelatih kiper Timnas Brasil, Claudio Tafarel memberikan penilaiannya. Mantan penjaga gawang Brasil yang ikut membawa Brasil juara pada Piala Dunia 1994 ini memberikan penilaiannya.
"Tidak buruk, tapi tidak 100% berfungsi," kata Claudio Taffarel mengawali penilaiannya terhadap bola yang digunakan sejak penyisihan grup hingga perempat final ini.
Tafarel kemudian membandingkannya dengan bola Jabulani yang digunakan di Piala 2010. Menurutnya, bola Al Rihla memiliki lintasan gerak yang lebih stabil. Berbeda dengan Jabulani, yang saat itu mendapatkan banyak kritik.
”Ini agak mengingatkan pada Jabulani. Tapi ini lebih positif daripada negatif. Variasi lintasannya tidak terlalu banyak, bolanya bagus”, tegas Claudio Tafarel lagi.Memasuki babak semifinal, tugas Al Rihla dipastikan akan digantikan oleh Al Hilm. Bola ini menjadi penerus serial bola khusus Piala Dunia yang diproduksi Adidas.Sebelumnya pada Piala Dunia 2018 Rusia, Adidas mengeluarkan bola Telstar 18. Sementara di Piala Dunia 2014 Brasil ada Brazuca”, dan Jabulani di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.Penulis: Budi SantosoEditor: Budi SantosoSumber: Lanacion.com.ar
Murianews, Doha – Fakta bola Al Rihla yang tidak dipakai lagi. Sejak Piala Dunia 2022 Qatar, memasuki semifinal, Al Rihla dihentikan penggunaanya, dan menggunakan bola baru bernama Al Hilm.
Kedua bola resmi Piala Dunia 2022 Qatar ini sama-sama menggunakan tehnologi pendeteksi offside semi otomatis. Bola ini dikembangkan oleh Adidas, sebuah perusahaan apparel olahraga terkenal asal Jerman.
Al Rihla yang diganti, pada kenyataannya tetap diakui kualitasnya. Asisten pelatih kiper Timnas Brasil, Claudio Tafarel memberikan penilaiannya. Mantan penjaga gawang Brasil yang ikut membawa Brasil juara pada Piala Dunia 1994 ini memberikan penilaiannya.
"Tidak buruk, tapi tidak 100% berfungsi," kata Claudio Taffarel mengawali penilaiannya terhadap bola yang digunakan sejak penyisihan grup hingga perempat final ini.
Tafarel kemudian membandingkannya dengan bola Jabulani yang digunakan di Piala 2010. Menurutnya, bola Al Rihla memiliki lintasan gerak yang lebih stabil. Berbeda dengan Jabulani, yang saat itu mendapatkan banyak kritik.
BACA JUGA: Adidas Al Rihla Dirilis Menjadi Bola Resmi di Piala Dunia 2022 Qatar
”Ini agak mengingatkan pada Jabulani. Tapi ini lebih positif daripada negatif. Variasi lintasannya tidak terlalu banyak, bolanya bagus”, tegas Claudio Tafarel lagi.
Memasuki babak semifinal, tugas Al Rihla dipastikan akan digantikan oleh Al Hilm. Bola ini menjadi penerus serial bola khusus Piala Dunia yang diproduksi Adidas.
Sebelumnya pada Piala Dunia 2018 Rusia, Adidas mengeluarkan bola Telstar 18. Sementara di Piala Dunia 2014 Brasil ada Brazuca”, dan Jabulani di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.
Penulis: Budi Santoso
Editor: Budi Santoso
Sumber: Lanacion.com.ar